Rasanya sulit untuk menjawab apa perbedaan skripsi dan kamu walaupun kamu
sudah memberi tahu dimana perbedaannya. Sebenarnya kesulitan yang kurasakan
adalah siapa yang akan menjadi cinta terakhirku. Mungkin lebih baik dan lebih
mudah membuatkan secangkir teh untuk dia. Dan, teh ini cocok
banget diminum sambil menikmati serabi khas Solo yang pernah kamu beri.
Teh
ini kubuat dengan cita rasa yang berbeda dari teh-teh sebelumnya. Mengapa?
Setelah aku mengenal, bercanda, saling curhat, aku merasa teh ini menyeruakan
aroma keyakinan, harapan, dan komitmen.
Itu baru aromanya apalagi kalau dia sudah mencecapnya. Inilah yang kurasakan setelah mencicipi sedikit teh
yang kusajikan special untuk dia.
Aku
pernah menceritakan bahwa secangkir teh yang dibuat untuk seseorang adalah
sebuah ungakapan cinta. Pertama kali, aku membuat teh untuk teman yang namanya
hampir mirip dengan kamu. Sewaktu SMP bisa dikatakan dia my first love… ternyata aku bukan first love-nya. Dari kisah cinta monyet itu aku sadar bahwa cinta
tak dapat dipaksakan. Kemudian aku membawa pengalaman yang lumayan pahit itu ke
Seminari. Tragis memang karena aku pernah menyanyikan lagunya Dewa “Pupus” di
pesta sweet seventeen-nya mbakku. Dan, dia hadir juga di situ.
Di
Mertoyudan, aku tak pernah kepikiran lagi untuk membuat teh aku serius mengolah
panggilanku dengan semboyan 3 S-nya Seminari: Scientia (Pengetahuan), Sanctitas
(Kesucian), Sanitas (Kesehatan).
Masuk Seminari juga bukan karena sakit hati karena tehku pernah tidak direspek.
Ada alasan lain yang lebih kuat sehinggga mendorongku untuk menjalani
pendidikan calon imam. Aku meyakini bahwa aku ingin mempersembahkan diriku
untuk melayani Tuhan dan Gereja. Rasanya religious banget. Di balik itu, sisi
manusiawi itu tetap melekat-manusia seperti sekeping mata uang yang punya dua
sisi. Sisi manusiawiku merindukan seseorang untuk dicintai dan mencintai
Barulah
ketika kelas tiga-masa terakhir di Seminari, kerinduan untuk dicintai itu
menyengat seluruh hati dan pikiranku. Semasa liburan natal aku berkenalan dan
berelasi dekat dengan teman mudika yang baru saja ku kenal. Singkat cerita dia
mau merasakan teh kerinduan ini. Setelah itu, ada secamam kegalauan yang
dilematis. Lalu aku coba
mengintrospeksi diri. Hasilnya-sebagai pemuda yg sedang melewati masa-masa
pubertas sekaligus bercita-bercita menjadi Romo, aku harus menegaskan bahwa
cinta tak harus memiliki dan cinta yang sejati itu membebaskan. Mungkin aku
terlalu berteori tetapi aku sudah berani memutuskan langkah yg harus kujalani
dan dia jalani. “Lepas dari Bayangmu” syair puisi yang kugubah untuk menemani
dia yang sedang meminum teh.
Maaf, kalo aku mengulang dua kisah teh tadi. Aku
melihatnya kisah ini saling terkait dengan apa yang hendak kutegaskan. Kisah
pertama kumaknai dengan cinta tak bisa dipaksakan dan kisah kedua mengajarkan
aku bahwa cinta yang sejati itu membebaskan. Lalu, kisah teh yang ketiga, aku
mereguk sendiri keyakinan, harapan, dan komitmen. Pertanyaanya sekarang adalah
kepada siapakah teh yang ketiga ini ku suguhkan? Yg jelas aku ingin dia bukan
yang pertama dan terakhir dari kisah teh ini. Kisah cinta dalam secangkir teh
ini selalu menyegarkan dahagaku ketika aku merasa membutuhkan banyak dukungan
dalam menempuh perjalanan panggilan ini.
Aku gak tau harus menyerahkan cangkir teh ketiga ini
untuk siapa. Jujur aku belum menemukan teman perempuan mana yang harus menerima
secangkir teh ini. Tapi, aku yakin kamulah yang pantas mencicipi secangkir teh
ini. Ternyata selama ini, kamu membantuku meracik teh ini sendiri. Aroma
keyakinan hadir saat kamu selalu menyembuhkan keraguan dan patah semangatku dlm
mengerjakan skripsi. Aroma harapan terasa ketika kamu ingin aku menjadi romo
yang baik (mgkin seperti ***- romo idamanmu J). Aroma komitmen kurasakan ketika kamu mau
menjadi sahabat yang menemani perjalanan panggilanku. Sungguh ketiga aroma itu
menyadarkan aku kembali pada panggilanku menjadi calon Romo. Lewat kamulah aku
mengerti bahwa cinta adalah ungkapan keyakinan, harapan, dan komitmen.
Secangkir teh ini boleh tidak kamu minum, tetapi terima kasih kamu telah
mengajarkan aku bagaimana meracik teh yg bisa mengeluarkan aroma keyakinan,
harapan, dan komitmen. Benedicamus Domine <Tuhan Memberkati Kita)…
Deo Gratias,
Kentungan, 28 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar