Minggu, 10 Juni 2012

Perjuangan Menjawab Sebuah Panggilan

Hai kawan sadarilah hidup ini adalah perjuangan menjawab sebuah panggilan. Yakinlah kita bisa menghadapi segala tantangan karena Dia bersama kita.

Kubuka lembaran baru hidupku kan kuwujudkan segala niatku. Tak lupa kubersyukur pada-Nya yang telah beri semangat. Ku kan berjanji untuk setia mengasihi layani sesama jadi garam dan terang bagi dunia

Inilah saatnya tuk buka mata dan hati kita rasakan derita sahabat kita bagikan perhatian saling tolong dengan ketulusan untuk menggapai kebahagiaan.

 

Saya meyakini panggilan imamat itu merupakan karya Tuhan yang menyapa diriku secara personal. Tuhan yang hadir dan ikut campur tangan membuat pengalaman yang menantang dan penuh cobaan menjadi lebih indah. Dengan merasakan pahit-manisnya menjalani formatio, suka-duka dalam hidup berkomunitas, bahagia dan putusasa menjalani tugas studi dan pastoral saya dikuatkan dan diteguhkan oleh Dia yang memanggilku. Peneguhan yang kurasakan ini kurefeleksikan bahwa saya akan menghadapi semuanya itu dengan kesediaan diri, kebebasan, dan tanggung jawab. Pelbagai tugas kebidelan dan pastoral yang pernah kualami mengajarkanku untuk selalu memiliki disposisi kesediaan diri untuk diutus. Lalu, kebebasan yang kumaksud ialah menjalani hidup ini tanpa paksaan (karena tekanan situasi luar) untuk menemukan kebahagiaan. Akhirnya, saya harus bertanggung jawab kepada mereka yang telah mempercayakan dan memberi kesempatan untuk saya berkembang dalam mencintai Tuhan dan melayani sesama.

 

Ø  Pengolahan Kepribadian

Tuntutan dunia modern tak hanya mensyaratkan imam untuk ahli dalam filsafat dan teologi. Rassaya, imam juga dituntut untuk mahir dalam beradaptasi dengan memanfaatkan perkembangan pengetahuan profan (ekonomi, psikologi, dan agriculture). Mungkin filsafat dan teologi membantu sejauh memberikan penerangan iman dan moral. Saya tidak ingin berpanjang dan bertele-tele mengupas konteks iman di zaman ini. Bagiku, saatnya sekarang menyadari nilai-nilai imamat yang khas kuhidupi. Penghayatan nilai-nilai insani yang coba kuhidupi dapat membimbingku untuk memaknai kharisma dan jati diri imamat.

Di zaman modern yang sarat akan informasi ini, saya memerlukan suatu prioritas. Informasi yang kubaca dan kudengar dari alat-alat komunikasi seperti koran, internet, sampai “kata orang”. Itu semua bisa menjerumuskan dan mengaburkan bahkan menghambat pertumbuhan panggilan. Maka, saya menyadari pentingnya menentukan suatu prioritas yang mendukung seluruh perkembangan dimensi hidupku. Prioritas  yang dapat dijadikan patokan dapat berupa nilai-nilai, kebiasaan baik, dan pola pikir. Maka, sejauh ini saya berupaya menyerap dan merefleksikan informasi yang mendorong semangat pelayananku.

Untuk membangun spiritualitas pelayan dalam panggilanku, saya berusaha mengembangkan pribadi yang bersolider. Kata kuncinya adalah solidaritas dimana saya menyadari ada yang kukorbankan baik waktu, tenaga, pikiran, dan perasaan. Solidaritas ini diwujudkan saat saya mau bekerjasama, bersimpati dan berempati dengan rekan sepanggilan (para frater dan staff) dan umat yang kulayani. Saya perlu juga belajar dari kekuranganku yaitu kurang konsisten dalam menjalankan karya pelayanan entah kebidelan dan kepanitiaan. Rasa tsayat dan kurang percaya diri kadang menjadi alasan saat menerima tugas baru. Kedua perasaan ini yang menghambatku untuk dapat memberikan pelayanan ini sehingga saya bisa kurang konsisten menjalankan. Selain itu, karena menjadi tugas baru, saya dibayang-bayangi tsayat akan ketidakberhasilan.

            Saya perlu berbenah menghadapi kelemahan yang kumiliki untuk bisa mengembangkan spiritualitas pelayanan dan karakternya. Pertama-tama saya akan mengambil prinsip trial and error  dalam menjalankan karya pelayanan baru. Saya mau terbuka terhadap saran dan kritik dari siapa saja. Selanjutnya, kritik ini menantangku untuk memperbaiki cara kerjsaya dan menemukan peluang baru. Dengan dinamika ini, saya berharap dapat memberikan pelayanan yang seoptimal mungkin untuk Tuhan yang mengkaruniakan panggilan ini dan kepada jemaat Gereja yang terkasih.

Pemenuhan kebutuhuhan afeksi dari rasa aman dan cinta terwujud dalam persahabatan dengan kawan-kawanku. Saya bersyukur bahwa rasa cinta pada seorang perempuan membawa rahmat pada panggilanku. Saya sedang mengolah kembali hidup selibat dalam relasi persahabatan. Saya menyadari adanya kebutuhan untuk dicintai dan dorongan untuk memberi perhatian dan bantuan. Karena itu, saya ingin mempertegas bahwa panggilan ini layaknya suatu perjalanan bersama Dia untuk berjumpa mereka dan mengalami bersama kasih dan damai Nya menyertai hidup ini.Dengan pengalaman cinta yang mengungkapkan kebutuhan afeksi, saya tidak hanya dibuai oleh ketertarikan namun juga pendewasaan. Saya menyadari bahwa diriku semakin diajak berpikir dan bertindak secara dewasa. Buah dari pengalaman relasi dengan sahabat perempuan ini semakin menegaskan panggilanku. Dari persahabatan itu, saya dapat mengerti keyakinan, harapan, dan komitmen untuk saling menyemangati dalam jalan panggilan masing-masing.

 

Ø  Pengolahan rohani

Saat rekoleksi tentang imam dan doa, saya masih selalu mempertanyakan apakah saya punya kebiasaan berdoa? Belum. Point yang ingin kurefleksikan adalah relasi imam dan umat semakin dikuduskan lewat berdoa. Bagaimanapun relasi imam dan umat hadir di dalam doa karena imam menghantarkan doa syukur dan permohonan umat melalui sakramen ekaristi. Dengan berdoa, imam juga berusaha mendekatkan umat pada Tuhan agar semakin diteguhkan dan diberi pengharapan akan segala usaha dan kerja keras mereka.Sementara itu, saya merasa diteguhkan bahwa seorang imam masih dibutuhkan untuk dapat mendoakan umat dan Gereja. Manakala umat menyampaikan persolan atau harapan tertentu, mereka mohon romo membantu mereka dalam doa. Rasa-rassaya seolah-olah tugas imam ini adalah tukang doa. Setiap kali berdoa, saya pun berharap doa itu dapat terkabul sehingga umat yang menitipkan doa itu juga senang. Doa memang bisa dikabulkan tetapi mungkin juga tidak. Itu terserah pada kehendak Tuhan. 

Point kedua yang kurefleksikan adalah memaknai setiap pengalaman dan membawanya dalam doa. Ketika saya berdoa, saya mencoba berdoa untuk mensyukuri kehidupanku yang banyak dibantu oleh para pegawai, umat, dan kawan-kawan. Hidup bersama mereka terkadang melelahkan dan menyenangkan. Relasi persahabatan yang kurang sayar, terharu mendengar perjuangan umat, dan canda tawa bersama pak pegawai merupakan kumpulan pengalaman-pengalaman menarik untuk senantiasa kusyukuri. Untuk mengungkapkan syukur dalam doa, saya masih mengalami kesulitan dimana saya kadang masih terbawa oleh rasa jengkel dan sedih. Ini bisa menjadi penghambat saya untuk bertekun dalam doa atau setia berdoa. Dalam situasi tidak menyenangkan sekalipun, orang yang setia akan berdoa.

Penghayatan olah kerohanianku berjalan dalam kesibukan tugas studi. Saya berusaha menyempatkan waktu berdoa pribadi setiap hari. Selain itu, saya sedang menghidupkan kembali devosi kerahiman illahi setiap hari jumat. Mengapa? Devosi ini telah menyentuh batinku bahwa saya manusia yang mudah jatuh dalam dosa dan kerahiman Allah senantiasa berkenan memaafkan manusia dan para arwah. Kesempatan beradorasi menjadi waktu saya untuk bertemu lebih akrab dengan Yesus. Saat adorasi, saya biasa menggunakan untuk merenungkan dari bacaan rohani, berkontemplasi, atau bermeditasi. Dengan berdoa, saya seperti menemukan oase di tengah situasi diriku yang bimbang atau galau.

Dengan menyadari siapa saya saat ini, saya merasa bangga dan bersyukur bahwa saya adalah calon imam. Boleh dikatakan calon imam ini sebagai identitas sementara. Istilah “sementara” mau menunjukan bahwa saya sedang mengalami proses formatio atau mengarahkan diri menjadi imam. Selama masa formatio, saya dituntut dan diharapkan ikut merayakan misa setiap hari. Anjuran ini sedang kuhidupi baik di Seminari maupun dimana saya berada. Mengikuti misa sudah menjadi hal rutin dan kalau tidak hati-hati saya pun bisa menganggap misa sebagai formalitas belaka. Karena itu, saya hendak terus menerus menghayati ekaristi sebagai ungkapan syukur akan Allah yang hadir membimbing jalan panggilanku

 

Ø  Pengolahan studi

Filsafat membimbing saya untuk mencintai kebijaksanaan. Hidup bijaksana menuntut dengan bebas kepada manusia memilih dan memutuskan apa yang benar. Kebenaran akan terus dicari di dalam terang Teologi karena kebenaran sejati adalah kehendak-Nya. Tuhan menunjukan jalan kebenaran itu adalah Yesus Kristus. Saya ingin terus menggali serta berbuat dari apa yang menjadi keselarasan nilai injil bagi dunia. Dengan membaca buku atau koran, saya berusaha menyadari realitas dari hidup manusia yang tidak bahagia. Mereka tidak mengalami apa yang mereka harapkan terjadi pada dirinya. Saya melihat harapan akan terwujud jika kita mau mengalami jalan penderitaan untuk menuju kebahagiaan.

 

Ø  Last but not least

Hidup kita selalu diwarnai dengan beragam pilihan. Kita dapat memilih mana yang baik untuk hidup atau sebaliknya karena Tuhan memberikan kehendak bebas dan hati nurani. Biasanya pilihan yang memberikan kehendak bebas dan hati nurani. Biasanya pilihan yang akan kita putuskan, kita pertimbangkan dengan melihat motivasi dan tujuannya. Pilihan tindakan akan membantuk kita mengarahkan kemana tujuan hidup ini. Dan, saya pribadi masih belajar memilih dan memutuskan. Bagiku, yang mendasar dan harus kusadari adalah siapa diriku saat ini-disini. Ketika saya mengsayai eksistensiku sebagai calon romo saya berusaha hidup sebagai calon romo yang baik. Sebenarnya, saya kadang mengalami kebimbangan antara  apa yang seharusnya kulsayakan sebagai calon romo dan apa yang senyatanya. 

Saya terdorong untuk memantulkan dinamika hidup panggilanku kini dan di sini melalui perumpamaan talenta. Yesus telah memberiku potensi, bakat, dan niat baik yang nantinya akan digunakan, dikembangkan akhirnya kupersembahkan lagi pada-Nya. Talentsaya memang tak seberapa dan Tuhan telah mengutusku untuk berangkat ke Seminari. Di sanalah, saya berjuang untuk melipatgandakan talentsaya ini. Dalam perutusan yang penuh perjuangan, saya belajar untuk berkomitmen. Komitmenku terjawab ketika saya berhasil melipatgandakan talentsaya dan mempersembahkan pada Tuhan sendiri. Inilah serangkaian dari tekadku untuk menanggapi panggilan Tuhan sebagai pelayannya dan ditegaskan dengan saya bersedia, saya bebas, dan saya bertanggungjawab.

 

Yogyakarta, 9 Juni 2012


 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar