Senin, 22 Desember 2014

HARAPAN di SEHELAI KAIN BATIK




Ini hari kelima yang kami lalui, bekerja sebagai buruh batik. Sebuah perusahaan batik “rumah tangga” menjadi sekolah kehidupan kami selama seminggu. Kesempatan ini bukanlah iseng-iseng atau sekedar memenuhi tuntutan tugas dari fakultas kami. Saat itu, saya hanya berniat untuk mendengarkan pengalaman buruh batik yang ada di situ dan belajar memaknainya. Aku tersentak ketika seorang buruh yang aku ajak ngobrol mengungkapkan “yang membuat batik itu lebih bekerja keras dibanding yang menjual batik di toko-toko”. Aku enggan berkomentar dan hanya menganggukkan kepala.
Mungkin buruh batik itu sudah mulai jenuh dengan pekerjaannya dan kesal karena bahan makanan pokok sedang mahal-mahalnya tetapi upah mereka tidak naik. Mungkin kerja sebagai penjual batik di toko lebih nyaman dan sejuk karena ruangannya ber-AC. Ruang kerja kami sungguh berkesan karena atap dan dindingnya terbuat dari seng. “Hiihh, panasnya minta ampun, sudah kayak di neraka saja”. Aku tak ingin larut dengan suasana tempat kerja yang tidak mengenakkan ini. Aku mencoba menghibur diri dengan rasa bangga bahwa kain batik ini akan dijahit dan menjadi pakaian yang berguna bagi orang lain. 
 Pemerintah selalu mengkampanyekan batik sebagai warisan budaya asli Indonesia. Mungkin itulah ekspresi kebanggaan mereka. Namun, apakah pemerintah tahu kehidupan macam apa yang dialami oleh para buruh? Apakah mereka mau menyejahterakan hidup para buruh? Banyak orang telah meraup keuntungan berlipat dari bisnis batik. Sementara, para buruh batik hanya seperti semut-semut yang mengerubung remah-remah gula yang tercecer. Seandainya aku nanti menjadi buruh batik, apakah aku akan protes pada para pengusaha dan pemerintah yang menjajah orang sebangsanya? Yang jelas, batik tetap akan menjadi kebanggaan rakyat di negri Indonesia.
Walaupun banyak kisah perjuangan dan penderitaan yang terekam dalam kehidupan para buruh, aku berterima kasih pada mereka yang masih mau mengenakan baju batik. Pakaianku adalah identitasku. Kerja-kerasku adalah tanggung jawabku. Harapanmu adalah perjuanganku.

Selasa, 18 November 2014

INDAHNYA KEMATIAN : 40 HARI PERINGATAN ARWAH RM. ANT. HARI KUSTONO:




Tiap kali mengikuti misa requiem, tirakatan jenazah, dan rangkaian peringatan yang ditujukan untuk mendoakan arwah, aku sering mengenang kembali moment penting bersama orang yang meninggal itu. Hanya saja kalau aku tidak mengenal orang yang meninggal itu, aku hanya berdoa semoga Allah menyambutnya dalam rengkuhan kerahiman dan belas kasihanNya. Kehidupan dan kematian setiap orang sangatlah berbeda peristiwa dan sikap batin. Kadangkala kematian terjadi begitu mendadak sehingga orang itu sendiri tidak sungguh siap dan tidak mengira. Meskipun kita tak sepenuhnya tahu apa rencana Tuhan dalam kehidupan kita, bagiku kehidupan adalah proses menuju indahnya kematian. Gambaran indahnya kematian tidak hanya orang sudah bisa berpasrah pada kehendak Tuhan dan kematiannya tak merepotkan saudara dan kerabat-kerabatnya. Bagiku, mereka yang mengalami indahnya kematian adalah mereka yang selama hidupnya berusaha untuk mendekatkan kita pada Sang Cinta walaupun mereka sendiri merasakan banyak penderitaan dan pengorbanan. 
Sesawi.net


Indahnya kematiaan mungkin tak seindah kehidupan yang dijalaninya. Perjuangan Musa yang tak langsung didukung oleh bangsaNya padahal Allah bermaksud memberikan kehidupan yang baik di tanah terjanji. Kekecewaan, kecemasan, kejengkelan dan kebosanan telah menjadi realita kehidupan yang buruk dan tidak kita inginkan. Musa dan Yesus merasakan itu semua padahal ucapan dan perbuatan mereka mendekatkan dan mendorong kita untuk mencintai Allah. Musa sudah menghantar, menemani dan memimpin bangsa Israel tetapi tidak sampai masuk ke tanah terjanji. Musa mati dalam penderitaan. Berkali-kali dalam kisah dikatakan, “Engkau tidak akan melihat, engkau tidak akan masuk”. Namun, dia masih sempat berpesan pada bangsanya “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau dan tidak akan meninggalkan engkau”. Sementara Yesus, sebelum Ia naik ke Surga dan meninggalkan para muridNya, berpesan “Ketahuilah, Aku akan menyertai kamu sampai akhir zaman” (Mat 28: 20).
Pict: Humble Bundle Melbourne
Kematian adalah akhir dari segala-galanya, akhir dari impian, harapan, persahabatan dan kemungkinan untuk hidup. Kita mungkin bertanya ada apa setelah kematian? Banyak orang mengira orang mati akan menuju Surga dan Neraka. Paolo Coelho mencoba memaknai Surga dan Neraka secara spiritual..,” Neraka adalah saat kita menoleh ke belakang dalam waktu sepersekian detik itu dan menyadari bahwa kita telah membuang kesempatan  untuk menghargai mukjizat kehidupan. Surga adalah ketika kita mampu berkata pada saat itu:”Aku membuat banyak kesalahan, tapi aku bukan pengecut. Aku menjalani hidupku dan melakukan apa yang perlu kulakukan”. Entah bagaimana menyimpulkan permenungan ini, aku berharap hidup kita sungguh merupakan proses menuju indahnya kematiaan. Karena itu, kita menjalani hidup untuk mendekatkan sesama pada Sang Cinta sejati.

Senin, 17 November 2014

Kabar Bahagia: Memperbaiki yang Sudah Baik




Rasaku ketika mendengar dan coba memahami beragam masalah yang terjadi sekarang ini adalah nelangsa dan nggrantes (tak berdaya dan tak tahu mesti bagaimana). Masalah demi masalah muncul silih berganti seakan aku terjebak dalam labirin dan frustasi mencari dimana jalan keluarnya. Salah satu hal yang ingin aku soroti adalah modernitas menciptakan adanya kompetisi. Mungkin sejak orang berani secara bebas mengungkapkan pemikirannya sebagai alternatif kebenaran yang telah sekian lama dipegang oleh Kitab Suci dan doktrin-doktrin teologis.
Kemampuan akal budi atau rasio manusia mampu membawa perubahan budaya dan cara berpikir manusia. Karena itu, banyak orang berjuang keras untuk mempelajari, menemukan dan mengatasi keterbatasan kemampuan manusia. Mereka menciptakan mesin transportasi, komunikasi, dan industri untuk memudahkan cara kerja manusia. Dari situlah muncul pasar, ada yang berperan sebagai produsen, distributor dan konsumen. Apa yang diciptakan awalnya hanya sebagai sarana untuk mengatasi kebutuhan manusia, sekarang ini justru barang sengaja dibuat tidak lagi sekedar untuk menciptakan kebutuhan yang utama (primer), tapi sekunder-tersier.
Ketika modernitas justru mengarah pada terciptanya kompetisi yang tidak sehat, banyak orang akan saling menjatuhkan kawan sendiri, melegalkan cara-cara yang sebenarnya tidak legal dan membiarkan mereka yang kalah bersaing. Mereka yang “menang” mungkin bangga dan merasa bahagia dengan segala kehebatan yang telah dimiliki dan dicapainya. Hanya saja, aku pikir di sini ada gradasi kebahagiaan yang diakibatkan karena budaya kompetisi yang tidak sehat. Kebahagiaan diukur dari apa yang dia punya, status sosialnya, prestasi-prestasinya. Kebahagiaan semacam ini hanyalah kebahagiaan yang egois. Memang tidak salah orang mengejar impiannya untuk bisa terwujud dan mendapat ini dan itu, tetapi pertanyaannya adalah apakah yang kita lakukan pada mereka yang belum bisa mengalami keberhasilan dan kebahagiaan ?
Evangelium Gaudium mendorong kita untuk berpihak dan memperjuangkan nasib orang-orang yang belum bisa mengalami kebahagiaan jasmani dan rohani. Modernitas sebenarnya membuka peluang kita untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam perawatan kesehatan, pendidikan dan komunikasi. EG menginspirasiku bahwa Gereja mengajak kita menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah yang mewujud pada sikap solidaritas, belarasa, empati, menghargai perbedaan, pelayanan dlsb. Gereja sudah memiliki prinsip tegas bahwa bekerjama dengan siapapun (pemerintah, komunitas agama lainnya, LSM) mereka yang berkehendak baik dan siap berhadapan dengan pribadi, institusi, kelompok yang materialistis, diskriminatif dan otoriter.  
            Semoga arti dari Evangelium Gaudium sungguh-sungguh dipahami sebagai kebahagiaan mewartakan Injil (kabar gembira). Di zaman yang serba modern ini, pewartaan Injil mau tidak mau harus memanfaatkan kemajuan zaman agar siapapun dapat mengalami kehadiran Allah yang menyentuh kita dan merasakan Allah hadir melalui SMS, BBM, FB, tweet, dlsb.  So, Pewartaan adalah kesaksian iman bukan pertama-tama sebagaimana iman terungkapkan dalam doa dan ajaran, melainkan sebagaimana iman terlaksana dalam usaha orang setiap hari, secara praktis tanpa kata-kata suci (Kamu Adalah Saksiku, art. 107).

Minggu, 16 November 2014

BELAJAR UNTUK MENGHADIRKAN KEBAHAGIAAN




·         Allah menyerahkannya kepada bangsanya; ia menyerahkan dirinya sendiri kepada bangsanya, dan  bangsanya membuatnya menderita.
·         Menjadi nabi dan hamba Injil tidak berarti mampu berjalan maju dengan riang gembira dan penuh semangat. Sebaliknya menjadi nabi dan hamba berarti mengalami kecemasan-kecemasan yang ditimbulkan oleh keadaan yang seringkali tidak ada jalan keluarnya.
·         Tuhan tidak menjanjikan kepada kita kesempurnaan. Ia juga tidak membebaskan kita dari akibat-akibat kesalahan yang kita buat. Yang Ia janjikan adalah pengampunan dan belas kasihan.


Kita tahu ada berbagai macam penderitaan yang dialami oleh orang-orang beriman dan seakan itu menjadi rumusan bahwa orang beriman pasti pernah mengalami penderitaan yang berat. Sabda Yesus menggambarkan bahwa orang yang mau mengikuti Dia harus menyangkal diri dan memikul salib. Ajakan ini tentu tidak mudah diiyakan apalagi dijalankan oleh banyak orang sekalipun dia percaya pada Allah. Mungkin aku sendiri berhitung ketika aku memilih menjalankan kegiatan rohani dan melayani orang-orang yang hanya memberikanku kegembiraan. Segala alasan bisa dilontarkan untuk membenarkan pilihan sikapku ini sehingga tanpa sadar aku telah menyalahgunakan kebebasan untuk menolak apa yang tidak sesuai dengan keinginanku.
Untuk merenungkan lebih jauh mengenai penderitaan, aku mencoba untuk memaknai tiga keutamaan yakni kebebasan, kasih dan kebahagiaan. Yang perlu disadari pula bahwa penderitaan tidak semata-mata penyakit/virus yang harus diobati atau diberantas. Dalam konteks iman, buku ini memberikan gambaran penderitaan yang dialami oleh Musa dan juga Yesus- Allah menyerahkannya kepada bangsanya; ia menyerahkan dirinya sendiri kepada bangsanya, dan  bangsanya membuatnya menderita. Aku tidak mengerti apakah Allah sengaja membuat Musa menderita karena menyerahkan dia kepada bangsanya yang membuatnya menderita. Kata teman saya, Allah itu tidak hanya mahakasih tetapi Allah  mahatega. Namun, menurutku Allah tetap memberikan kita suatu kebebasan yang mana kita dapat mengungkapkan cinta kasih melalui kata-kata dan perbuatan. Karena kita sungguh-sungguh mengasihi sesama kita, apapun yang kita terima sebagai kesulitan dan penderitaan tidak menyurutkan semangat kita untuk menghadirkan kebahagiaan.
Sampai di tahap ini, aku mencoba untuk menghadirkan kebahagiaan untuk siapapun. Awalnya memang tidak mudah ketika aku menyanggupi untuk mengisi renungan bagi kelompok doa. Aku berusaha untuk menyiapkan dengan sebaik mungkin. Ketika tiba saatnya, sebelum doa dimulai saya sempat ngobrol dengan beberapa anggota kelompok doa. Salah satu anggota berkomentar bahwa kemungkinan yang datang dalam persekutuan doa tidak banyak karena yang memberi hanya seorang frater. Rasanya mangkel karena aku disepelekan padahal aku sudah bersusah payah menyiapkan. Aku berdoa agar perasaan mangkel ini tidak terbawa saat aku memberikan renungan. Bahan permenungan telah aku sampaikan dengan dialog, film  singkat inspritif dan cerita humor. Aku bersyukur bahwa memang benar yang datang tidak terlalu banyak dan mereka cukup bisa menanggkap keprihatinan dan apa yang diharapkan sebagai orang beriman. Aku bersyukur pula secara tidak sengaja seorang bapak mendatangiku dan mengatakan bahwa dia punya tiga semboyan hidup 3 B- Bekerja, Berdoa dan Bahagia. Dari pengalaman ini, aku belajar untuk tegar menghadapi penerimaan negatif dari orang yang kita layani karena Allah menjanjikan kita akan kasihNya yang membahagiakan. Tuhan tidak menjanjikan kepada kita kesempurnaan. Ia juga tidak membebaskan kita dari akibat-akibat kesalahan yang kita buat. Yang Ia janjikan adalah pengampunan dan belas kasihan.





Selasa, 29 Juli 2014

HARI BERGANTI, CINTA TAK KAN PERNAH BERHENTI (2)



EPISODE 2


    Momen liburan tahun 2014 benar-benar luar biasa. Paling tidak ada dua event besar yang berskala internasional-kompetisi piala dunia sepakbola di Brasil sampai skalanya nasional- pemilihan presiden Indonesia. Event piala dunia dan pilpres ini menyedot animo perhatian banyak orang tak terkecuali diriku. Pada saat aku dan papiku sedang menikmati pertandingan-pertandingan spetakuler dan riuhnya kampanye capres di sosial media, si hati memang belum pulang kampung. Nah, aku dan hati kembali ngobrolin tentang piala dunia dan pilpres kemarin. Seperti yang aku bilang sebelumnya bahwa liburan tahun ini aku menghabiskan banyak waktu bersama keluarga. Nah, si Hati-adikku itu ingin mendengarkan ceritaku..


Hati        : Mas, kemarin jagoku di piala dunia ternyata kalah padahal dikit lagi menang loh.. aku kan jagoin Belanda, ah sayangnya kalah adu penalti lawan Argentina. Kalau mas, jagoin siapa yang jadi juara waktu itu?


Agung        : Aku sih sebenarnya memprediksi dua tim yang bakal nembus semifinal Belanda dan Jerman. Tapi begitu Belanda keok, ya pas final aku belain Jerman. Tau gak sebenarnya kalaupun tim yang dijagoin itu kalah sepertinya banyak orang tidak kemudian galau. Kalah atau menang itu pasti ada dalam tiap pertandingan. Namun, walaupun ada tim yang kalah, para pemainnya sudah bermain habis-habisan dan itu menjadi bukti bahwa mereka tidak ingin mengecewakan para penonton dan pendukungnya.


Hati        : Mas, sebenarnya kemarin pilpres juga harusnya seperti piala dunia. Yang maju bertanding itu si para capres dan cawapres. Dua kubu yang berkompetisi untuk meyakinkan rakyat bahwa akan masa depan yang lebih baik dari Indonesia. Para pendukung capres dan tim piala dunia sungguh-sungguh membela dan mengelu-elukan kehebatan dan keunggulan masing-masing jagoannya. Bedanya antara pilpres dan sepak bola, jelas manusia dan bola.


Agung        : Hhahaa, gimana tuh bedanya antara manusia dan bola?


Hati        : Masak belum tahu mas.. Pemain bola bisa menendang bola keras menuju gawang atau mengumpan yang jauh, si bola gak akan marah. Mungkin kalau bola bisa mikir dan ngomong, dia cuma bilang tendang badanku terus yang penting kamu bisa senang bermain bola, tapi gak gontok-gontokan kalau ada yang kalah. Trus, kalau pilpres itu yang dihadapi manusia atau orang. So, capres yang sudah koar-koar ini dan itu tentang janji, rencana dan visinya pada rakyat- itu gak akan mempan. Manusia jelas bisa mikir dan ngomong gak sama dengan bola. Manusia atau rakyat sudah muak dengan janji ini-itu, tapi aksi nyata menjadi saksi hidup yang kapanpun siap dikoreksi dan diapresiasi. Semoga siapapun Presiden kita Jokowi atau Prabowo, mereka bisa berbuat sesuai dengan janji-janjinya. Kita tunggu aksi nyata dari janji mereka karena kami bukan bola yang gak bisa mikir dan ngomong. 



Senin, 28 Juli 2014

HARI BERGANTI, CINTA TAK KAN PERNAH BERHENTI (1)


EPISODE 1

  Sebulan lebih aku merasakan liburan yang sungguh jauh berbeda dari liburan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini liburanku benar-benar banyak waktu bersama dan untuk keluarga. Kalau ingat tahun lalu, liburanku selama sebulan diisi banyak kegiatan di luar, seperti ret-ret (1minggu), kursus TOEFL (8 hari), kursus pertanian (2 minggu). Alhasil, tahun lalu sama sekali aku tidak mempunyai banyak kesempatan bersama keluarga. Kembali ke liburanku tahun ini, aku ingin mengembalikan memori dan sedikit berbicara dengan 'adikku" yang bernama Hati. Aku merasa sudah cukup lama selama liburan ini aku tidak menyapa dia. Mungkin momennya juga pas, bayangkan saja adikku- si Hati ini sedang mudik ke rumah. Dan, kami berdua duduk di atas loteng, bercerita, bergurau, sambil menikmati senyuman bintang-bintang di langit.

 

Hati        : Liburanmu sejak kapan, mas?


Agung    : sudah sejak 24 Juli kemarin, trus selama 6 hari nyiapin pertemuan UFO-Frater-frater praja se-Jawa, Bali dan Kalimantan. Acaranya di Hening Griya Baturaden Purwokerto.


Hati        : ceritain dong acaranya UFO ngapain aja?


Agung    : Bussyett, tuh lumayan panjang broo. Aku singkat aja ya. Pertemuan UFO diadakan setahun sekali dan tahun ini giliran keuskupan Purwokerto jadi tuan rumah. So, aku bareng 19 frater KPwkt sibuk mengurus acara ini sejak 6 bulan yang lalu. Aku sendiri mendapat seksi animasi, dekorasi, dan kenang-kenangan. Di acara itu, aku lumayan punya kontribusi misale bikin jinggle untuk acaranya, kan temanya itu Priest needs Priest. Sebenere aku juga lumayan kesulitan tapi inspirasi muncul di 1 bulan terakhir. Lagu itu juga yang ingin aku jadikan bagian dari refleksi hidup imamatku. Imam itu sahabat bagi umat yang dilayaninya dan kawan bagi Tuhan yang menjadi inspirator untuk setiap karyanya.


Hati        : Aku memang rasa-rasain jadi romo atau jadi bapak itu sama-sama berat. Ada saja masalah yang muncul dan pekerjaan tak pernah menjauh dari kita. Sibuk, penat, lelah, marah, dan apapun yang kita alami tentu kita syukuri. Mungkin dengan bersyukur, kita bisa lebih peka bahwa ada teman, keluarga dan orang-orang yang mau mengerti kesulitan yang kita hadapi. Hhmmm.. Aku doain Mas bisa mewujudkan apa yang Mas inginkan, jadi Romo yang bahagia, setia dan peduli..