·
Allah menyerahkannya kepada bangsanya;
ia menyerahkan dirinya sendiri kepada bangsanya, dan bangsanya membuatnya menderita.
·
Menjadi nabi dan hamba Injil tidak
berarti mampu berjalan maju dengan riang gembira dan penuh semangat. Sebaliknya
menjadi nabi dan hamba berarti mengalami kecemasan-kecemasan yang ditimbulkan
oleh keadaan yang seringkali tidak ada jalan keluarnya.
·
Tuhan tidak menjanjikan kepada kita
kesempurnaan. Ia juga tidak membebaskan kita dari akibat-akibat kesalahan yang
kita buat. Yang Ia janjikan adalah pengampunan dan belas kasihan.
Kita
tahu ada berbagai macam penderitaan yang dialami oleh orang-orang beriman dan
seakan itu menjadi rumusan bahwa orang beriman pasti pernah mengalami
penderitaan yang berat. Sabda Yesus menggambarkan bahwa orang yang mau
mengikuti Dia harus menyangkal diri dan memikul salib. Ajakan ini tentu tidak
mudah diiyakan apalagi dijalankan oleh banyak orang sekalipun dia percaya pada
Allah. Mungkin aku sendiri berhitung ketika aku memilih menjalankan kegiatan
rohani dan melayani orang-orang yang hanya memberikanku kegembiraan. Segala
alasan bisa dilontarkan untuk membenarkan pilihan sikapku ini sehingga tanpa
sadar aku telah menyalahgunakan kebebasan untuk menolak apa yang tidak sesuai
dengan keinginanku.
Untuk
merenungkan lebih jauh mengenai penderitaan, aku mencoba untuk memaknai tiga
keutamaan yakni kebebasan, kasih dan kebahagiaan. Yang perlu disadari pula
bahwa penderitaan tidak semata-mata penyakit/virus yang harus diobati atau
diberantas. Dalam konteks iman, buku ini memberikan gambaran penderitaan yang
dialami oleh Musa dan juga Yesus- Allah
menyerahkannya kepada bangsanya; ia menyerahkan dirinya sendiri kepada
bangsanya, dan bangsanya membuatnya
menderita. Aku tidak mengerti apakah Allah sengaja membuat Musa menderita
karena menyerahkan dia kepada bangsanya yang membuatnya menderita. Kata teman
saya, Allah itu tidak hanya mahakasih tetapi Allah mahatega. Namun, menurutku Allah tetap
memberikan kita suatu kebebasan yang mana kita dapat mengungkapkan cinta kasih
melalui kata-kata dan perbuatan. Karena kita sungguh-sungguh mengasihi sesama
kita, apapun yang kita terima sebagai kesulitan dan penderitaan tidak
menyurutkan semangat kita untuk menghadirkan kebahagiaan.
Sampai
di tahap ini, aku mencoba untuk menghadirkan kebahagiaan untuk siapapun.
Awalnya memang tidak mudah ketika aku menyanggupi untuk mengisi renungan bagi
kelompok doa. Aku berusaha untuk menyiapkan dengan sebaik mungkin. Ketika tiba
saatnya, sebelum doa dimulai saya sempat ngobrol dengan beberapa anggota
kelompok doa. Salah satu anggota berkomentar bahwa kemungkinan yang datang
dalam persekutuan doa tidak banyak karena yang memberi hanya seorang frater.
Rasanya mangkel karena aku disepelekan padahal aku sudah bersusah payah
menyiapkan. Aku berdoa agar perasaan mangkel ini tidak terbawa saat aku
memberikan renungan. Bahan permenungan telah aku sampaikan dengan dialog,
film singkat inspritif dan cerita humor.
Aku bersyukur bahwa memang benar yang datang tidak terlalu banyak dan mereka cukup
bisa menanggkap keprihatinan dan apa yang diharapkan sebagai orang beriman. Aku
bersyukur pula secara tidak sengaja seorang bapak mendatangiku dan mengatakan
bahwa dia punya tiga semboyan hidup 3 B- Bekerja, Berdoa dan Bahagia. Dari
pengalaman ini, aku belajar untuk tegar menghadapi penerimaan negatif dari
orang yang kita layani karena Allah menjanjikan kita akan kasihNya yang
membahagiakan. Tuhan tidak menjanjikan
kepada kita kesempurnaan. Ia juga tidak membebaskan kita dari akibat-akibat
kesalahan yang kita buat. Yang Ia janjikan adalah pengampunan dan belas kasihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar