Be Leader and Be Servant
Aku bersyukur bahwa selama ini di
Seminari aku belajar menjadi ‘pemimpin’. Kepemimpinan yang kupahami bukan
sekadar mirip dengan pemimpin organisasi (jabatan tertinggi sturuktural).
Pemimpin lebih kurefleksikan sebagai “hamba” yang penuh empati, punya
inisiatif, dan cinta kasih. De facto,
aku belum pernah menjadi pemimpin komunitas Seminari, sekurang-kurangnya bidel
umum. Walaupun peranku hanyalah sebagai anggota komunitas, tapi aku
menghidupinya dengan api kempimpinan. Aku senantias menjaga agar api itu tak
padam dengan mengkonkretkan niatku untuk menjadi hamba yang peduli dan berbagi.
Kesadaran ini aku temukan setelah merenungkan nasehat Paulus di perikop 1Kor
9:19-23.
Selama menjalani masa pra-paskah
ini, aku terdorong untuk menghidupi sabda ini “Sungguhpun aku bebas terhadeap semua orang, aku menjadikan diriku
hamba dari semua orang supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang”. Karena
itu, aku mau sedikit cerita tentang pengalamanku mengkonkretkan sabda itu. Aku
terusik ketika melihat dua tong sampah yang berukuran besar seringkali tidak
digunakan dengan tempat. Dua tong sampah itu dibedakan untuk menampung sampah
plastik dan sampah kertas. Saat itu, tulisan yang ditempel di dua tong sampah
itu terlepas sehingga sampah plastik dan kertas pun tercampur bahkan ada juga
sampah daun yang ikut masuk di situ. Setelah menunggu kurang lebih lima hari,
aku tergerak untuk membuat tulisan dan menempelkannya di dua tong sampah itu.
Aku ingin supaya teman-temanku bisa mengerti pentingnya memilah-milah sampah.
Syukurlah, teman-temanku tidak lagi mencampurkan sampah plastik dan kertas.
Aku tahu sebenarnya bukan tugasku
untuk mengurus tong sampah itu. Aku hanya ingin membantu bidel yang mengurus
tong sampah itu. Mungkin saja, bidelnya tidak terlalu mengurus hal yang sepele
seperti itu. Hal sepele lain yang sering kurang diperhatikan seperti ketika galon
yang di unit habis, tetapi tidak ada yang mau mengisinya. Tugas mengisi galon
sering dilalaikan apalagi kalau galonnya habis malam hari. Saat itulah, aku
mengisikan galon unit supaya besok pagi temen-temen yang baru bangun tidur bisa
menikmati air segar dari dispenser. Inilah yang sudah kuupayakan untuk
menghidupi semangat hamba yang peduli dan berbagi. Aku merasa bahagia melakukan
itu semua karena selain bisa menolong teman-temanku dan belajar menjadi
pemimpin yang mau peduli dan berbagi.
Inilah yang menggerakanku untuk juga
menjadi sahabat yang mau peduli dengan pergulatan teman. Memang aku baru dengar
temanku ini sedang mengalami krisis jawaban dengan panggilannya. Aku datang ke
kamarnya dan syukurlah dia mau menceritakan unek-uneknya. Aku tidak dapat
memberi solusi jitu untuk masalah yang dia alami. Aku hanya menjadi teman yang
ingin berada di sampingnya, mendukung panggilannya untuk bersama-sama melangkah
di jalan imamat yang penuh tantangan dan godaan.
Rentetan pengalamanku ini coba kutuangkan
dengan sebuah lagu. Bagiku, lagu yang kuciptakan ini adalah rahmat yang luar
biasa karena hampir tiga taun lebih aku kesulitan membuat lagu. Syukurlah bahwa
aku dapat merefleksikan ini dengan laguku ini. Sepenggal lirik laguku yang
berjudul “Semangat Bro” terasa lebih hidup “..
kukan berjanji untuk setia layani mengasihi sesama, jadi garam dan terang bagi
dunia. Inilah saatnya tuk buka mata dan hati kita tuk rasakan derita sahabat
kita, bagikan perhatian saling tolong dengan ketulusan untuk menggapai
kebahagiaan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar