Memuji-Nya tanpa Harus Dipuji
Sebenarnya
aku merasakan pergumulan saat merenungkan. Pergumulan yang kusadari ialah sebuah
pertanyaan mengapa aku begitu mudah memuji Allah tetapi aku melihat orang-orang
di sekitarku lebih senang mengkritik daripada memuji (melihati sisi positif)
teman sekomunitasnya. Aku merasa barangkali kami yang menyanyikan lagu
kemuliaan, kurang menghayati makna religius sosial dari baris “kami memuji
Dikau, kami meluhurkan Dikau”. Bagiku, pujian kepada Allah membawa konsekuensi
bahwa aku diajak memuji sesama kita. Memang aku sendiri kadang sulit memuji
keberhasilan temanku karena aku terkadang iri dan meremehkan usaha temanku-“halah, baru bisa seperti itu saja, sudah
bangga dan senangnya setengah mati”. Biasanya keberhasilan teman tidak
kupuji karena aku merasa dia sudah seharusnya dapat melakukan itu, padahal
mungkin saja temanku mengusahakan itu dengan penuh kerja keras dan ketekunan.
Seandainya dia tidak melakukan seperti yang kuharapkan, aku sudah menyiapkan
peluru kritik untuk dia.
Mengapa
aku lebih memuji Tuhan daripada memuji sesamaku? Rasaku, kalau aku seperti itu
(memuji Tuhan), aku tidak sungguh-sungguh memuji Tuhan. Aku mengatakan bahwa
aku lebih mudah memuji Tuhan dengan menyanyikan lagu kemuliaan. Apakah pujianku
bagi Allah itu seperti pemanis bibir yang dilakukan hanya sebatas formalitas?
Aku menyadari bahwa memuji Tuhan ialah penyataan syukur karena Allah sungguh
mahabaik dan maha penyayang. Dia memang pantas kupuji karena aku merasakan
kehadiran-Nya yang meneguhkan walaupun beberapa tantangan harus kuhadapi. Sekali
lagi, aku bertanya mengapa aku lebih memuji Tuhan daripada sesamaku? Yah, aku
sulit untuk memuji sesamaku karena aku merasa beberapa dari kita (anggota
komunitas dan teman-temanku) jarang menyayangiku sebagai sahabat. Aku tahu
bahwa mereka adalah orang-orang hebat dengan segala kemampuan di bidangnya. Namun,
aku tidak pernah merasakan bentuk perhatian yang personal sebagai ungkapan
sayang. Aku ingin merasakan kasih sayang Allah melalui sesama anggota komunitas
di sini sehingga aku pun bisa memuji kebaikanmu yang menghadirkan Allah yang
maha penyayang itu.
Last but not least,
aku tetap akan memuji Allah sampai kapanpun karena aku mencitai Dia dan Dia
menyayangiku. Aku ingin belajar memuji Allah, bagaimana? Dengan perasaan empati
dan sukacita aku memuji sesamaku sebagai manusia yang bisa berbuat yang baik
ataupun sebaliknya. Selain itu, aku tidak terlalu mengharapkan pujian ketika
aku melakukan sesuatu yang istimewa. Bagiku, kalau aku dapat seperti itu, itu
adalah Tuhan yang benar-benar berkarya dan memakai diriku. Aku lebih senang sesamaku
tetap memuji Tuhan dan nggak usah repot-repot
mengatakan pujian padaku. Yang musti kusadari ialah saat aku memuji Tuhan dan
meluhurkan Dia, aku membuka mata hatiku untuk melihat dan mendengar kebaikan
dan kasih sayang Tuhan yang berkarya dalam diri sesamaku. Matur nuwun Gusti ingkang maha-asih...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar