Senin, 23 Mei 2016

KOMUNI PERTAMA : MERAYAKAN RELASI ILLAHI DAN MENDIDIK HATI


Pengantar
Dewasa ini ada banyak anak-anak yang menganggap rumah hanya sebagai tempat makan dan tidur. Kedua orang tua sibuk dengan urusan mereka masing- masing, sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak- anak. Jika berkomunikasi tentang hal- hal yang sehari- hari saja sudah kurang, apalagi pembicaraan tentang Tuhan dan iman Katolik. Kurangnya perhatian dari orang tua ini mengakibatkan anak-anak mencari kesenangannya sendiri, asyik dengan dunia mereka sendiri, dan mencari pemenuhan kebutuhan mereka untuk diperhatikan dan dikasihi dengan cara mereka sendiri. Sebagian mungkin mendapatkannya dari permainan game di komputer/ internet, chatting di FB (Face book), BBM (BlackBerry Messenger), nonton TV atau jalan- jalan/ shopping di Mall. Anak- anak dewasa ini berkembang menjadi pribadi yang cenderung individualistik daripada berorientasi komunal dan berinteraksi langsung dengan orang- orang di sekitar mereka. Atau, kesenangan sesaat dan kehidupan hura- hura yang serba instan menjadi pilihan banyak anak muda sekarang ini. Soal iman? Bagi mereka sepertinya hanya prioritas kedua, atau bahkan tidak menjadi prioritas sama sekali. Soal Tuhan? Mungkin kurang menarik perhatian mereka. Dalam kondisi ini, orang tua seolah tak berdaya, dan akhirnya menyerah sambil berkata, “Jaman sekarang memang berbeda dengan jaman dulu…. Sekarang terserah anaknya saja deh, kita orang tua hanya dapat mendoakan…. ”
Ungkapan ini adalah suatu ironi, namun menyiratkan keputusasaan orang tua atau penyesalan bahwa segala sesuatunya sudah terlanjur. Kita harus mengusahakan sedapat mungkin agar jangan sampai anak-anak kita bertumbuh menjadi semaunya dan ‘tak terkendali’, lalu kita hanya dapat menyesalinya. Selalu ada yang dapat kita lakukan untuk mencegah hal- hal yang buruk terjadi pada anak- anak kita, dan kita dapat memulainya dengan langkah sederhana: yaitu dengan setia menanamkan iman kepada anak- anak kita sejak mereka masih kecil. Harapannya ialah, setelah mereka tumbuh remaja dan dewasa, mereka dapat menjadi pribadi- pribadi yang utuh, beriman dan bertanggungjawab.
A.    Merayakan Relasi Illahi
Inilah perintahku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih sorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. (Yoh 15:11-12)
Keluarga dikenal dan dipahami sebagai ecclesia domestica (Gereja Rumah tangga) karena dipersatukan oleh Allah dalam ikatan cintakasih yang abadi antar anggota keluarga. Setiap hari Minggu umat katolik yang merayakan ekaristi melestarikan tradisi iman yang diwariskan sejak jaman Gereja perdana. Hari Minggu yang tadinya hanya dimengerti sebagai 'hari Sang Surya' yakni nama Romawi bagi hari itu, telah direfleksikan bahwa umat mengarahkan perayaan hari kepada Kristus. Umat yang berkumpul pada hari itu memaknai secara baru bahwa Kristus itu terang dunia dan "Sang Surya" bagi umat manusia. Umat Kristiani mengenang keselamatan yang dianugerahkan kepada mereka dalam baptis dan yang membaharui mereka dalam Kristus. Persis, bahwa perintah Allah untuk menguduskan hari Tuhan terwujud ketika kita merayakan Ekaristi minimal setiap hari Minggu.
Apa itu Perayaan Ekaristi ? PE adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hirarkis. Bagi setiap orang beriman dimanapun mereka berada, perayaan Ekaristi merupakan pusat seluruh kehidupan Kristen. Kita semua ingin mengenangkan karya dan misteri penebusan Allah melalui Ekaristi. Perayaan Ekaristi menghadirkan puncak karya Allah yang menguduskan dunia, dan puncak karya manusia yang memuliakan Bapa, lewat Kristus, Putera Allah, dalam Roh Kudus. Seluruh perayaan hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga umat yang hadir dapat berpartisipasi secara sadar, aktif dan penuh yakni berpartisipasi jiwa dan raganya dan dikobarkan dengan iman, harapan, dan kasih.
Keluarga merupakan sekolah kehidupan bagi anak-anaknya sehingga orangtua bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak tentang bagaimana menjalani kehidupan sebagai orang beriman. Hari Minggu umumnya digunakan untuk weekend dengan mengadakan aktivitas budaya, politik atau olahraga. Umat diminta bijaksana dalam menggunakan hari Minggu sebagai kesempatan menguduskan Hari Tuhan tidak hanya dimengerti sebagai waktu beristirahat dan berlibur semata-mata. Karena itu, orangtua wajib mengajari anak-anak mereka untuk ikut serta menghadiri Misa hari Minggu. Mereka (orangtua dibantu para katekes) perlu memberikan pemahaman yang mendasari kewajiban akan ekaristi. Disarankan pula, perayaan Misa bagi anak-anak dengan mengikuti norma-norma liturgi yang tersedia. Beberapa anak yang sudah dapat menerima komuni sebaiknya perlu dilibatkan pula pada tugas-tugas liturgi seperti Misdinar (pelayan altar), lektor, dan petugas pembawa persembahan. Kesempatan bertugas liturgi akan memupuk iman mereka untuk datang mensyukuri kebaikan Tuhan melalui pelayanan.
Keluarga merupakan sekolah kehidupan bagi anak-anaknya sehingga orangtua bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak tentang bagaimana menjalani kehidupan sebagai orang beriman. Upaya menguduskan keluarga tidak hanya saat Ekaristi saja, tetapi setiap keluarga hendaknya mengembangkan kebiasaan doa bersama di rumah. Paus Fransiskus menyampaikan pesan pastoral kepada segenap keluarga Kristiani di hari Komunikasi Sedunia ke-49. Beliau mengajak para orangtua untuk mengerti bahwa doa adalah bentuk komunikasi yang paling dasar. Ketika para orangtua menidurkan anak-anak mereka yang baru lahir, mereka seringkali mempercayakan anak-anak itu kepada Tuhan seraya memohon agar Ia menjaga mereka. Ketika anak-anak itu bertambah usia, para orangtua membantu mereka mendaraskan doa-doa sederhana, seraya mengenangkan kasih sayang semua orang dan semua orang yang membutuhkan pertolongan Tuhan.
B.      Mendidik Hati
“Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti... Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Matius  7:9;11
Setiap manusia akan melalui proses hidupnya yang ditandai dan diawali dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Anak yang baru saja dilahirkan sangat membutuhkan bantuan lebih-lebih dari orangtuanya agar dapat menumbuhkembangkan kemampuan jasmani dan rohani. Di samping itu, kasih sayang orangtua adalah sesuatu yang mutlak perlu didapat dan dirasakan oleh setiap anak. Proses tumbuh dan berkembang anak akan berjalan baik jika anak sungguh merasakan perhatian, kesabaran dan kebijaksanaan dari orangtua sebagai konkretisasi kasih sayang tersebut. Relasi masing-masing orangtua dan anak sangat mungkin berbeda intensitas dan frekwensi perjumpaan mereka. Namun, itu bukan berarti orangtua boleh melalaikan bahkan mungkin menyepelekan kehadiran mereka dalam kehidupan anak-anaknya. Di tengah kesibukan pekerjaan dan aktivitas, Gereja mengingatkan bahwa keluarga merupakan suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan.
Dalam suratnya pada para orangtua, Paus Yohanes Paulus II menekankan dua poin, yakni: (1) bahwa manusia dipanggil untuk hidup dalam kebenaran dan kasih, (2) bahwa manusia dipanggil untuk menemukan pemenuhan melalui pemberian diri. Selanjutnya, Paus berharap para orangtua melatihkan nilai-nilai hakiki hidup manusia, .. anak-anak harus menjadi besar dan dewasa dengan sikap bebas yang tepat terhadap barang-barang jasmani, menghormati martabat pribadi tiap-tiap individu, kepedulian yang tulus ikhlas teristimewa pada orang-orang yang paling miskin... Pemberian diri yang menjiwai cinta kasih suami dan istri satu sama lain,... persatuan dan bagi rasa yang menjadi bagian hidup sehari-hari dalam rumah pada saat gembira dan pada saat sukar adalah pedagogi.
Di tengah perkembangan zaman yang penuh dengan pengaruh negatif, empat hal penting yang menjadi inti pola pengasuhan positif yaitu bagaimana anak memiliki kehidupan yang sehat, cerdas, dan memiliki mimpi-mimpi besar, baik hati dan perhatian pada lingkungan serta memiliki kesantunan dan budi pekerti, sangat efektif ditanamkan sampai anak-anak menjelang pra remaja (12-13 tahun). Setiap anak mendambakan untuk memiliki hati yang baik dan pribadi menarik. Rintangan dari dalam diri manusia berupa sifat-sifat jelek. Ada tujuh sifat jelek yang tinggal di dalam hati dan sering mau menghancurkan hati manusia, yakni hati yang jahat, kesombongan, tamak, iri, rakus, malas, dan marah. 
Ungkapan hati Paus Fransiskus ingin menggugah hati para orangtua “Saya membayangkan tentang kekuatan iman yang teguh dari para ibu yang mencurahkan perhatiannya anak-anaknya yang sakit yang walaupun mungkin tidak sangat akrab dengan rumusan iman, namun setia menekuni doa rosario; atau pada mereka semua yang harapannyatercurah pada sebuah lilin bernyala di rumahnya yang sederhana dengan sebuah doa permohonan pertolongan dari Maria atau pada tatapan wajah penuh kelembutan kasih yang terarah pada Kristus yang tersalib. (Evangelii Gaudium- EG art. 125). Orangtua menidurkan anaknya yang baru lahir seraya mendoakan dan mempercayakannya pada Tuhan agar menjaga anak-anaknya. Anak-2 : mengajarkan untuk mendaraskan doa-doa sederhana seraya mengenangkan kebaikan sanak saudara, orang-orang yang sakit dan membutuhkan pertolongan Tuhan. Belajar untuk mendengarkan orang lain, berbicara dengan hormat, mengungkapkan pandangannya tanpa menolak saran orang lain. Belajar bagaimana memahami ekspresi orang lain, saling berbagi dan saling mendukung, Menerima adanya kekurangan dan keterbatasan kita. Belajar untuk mengampuni.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar