Pengantar
Dewasa ini ada banyak
anak-anak yang menganggap rumah hanya sebagai tempat makan dan tidur. Kedua
orang tua sibuk dengan urusan mereka masing- masing, sehingga tidak ada waktu
yang cukup untuk berkomunikasi dengan anak- anak. Jika berkomunikasi tentang
hal- hal yang sehari- hari saja sudah kurang, apalagi pembicaraan tentang Tuhan
dan iman Katolik. Kurangnya perhatian dari orang tua ini mengakibatkan anak-anak
mencari kesenangannya sendiri, asyik dengan dunia mereka sendiri, dan mencari
pemenuhan kebutuhan mereka untuk diperhatikan dan dikasihi dengan cara mereka
sendiri. Sebagian mungkin mendapatkannya dari permainan game di komputer/
internet, chatting di FB (Face book), BBM (BlackBerry Messenger), nonton TV
atau jalan- jalan/ shopping di Mall. Anak- anak dewasa ini berkembang menjadi
pribadi yang cenderung individualistik daripada berorientasi komunal dan
berinteraksi langsung dengan orang- orang di sekitar mereka. Atau, kesenangan sesaat
dan kehidupan hura- hura yang serba instan menjadi pilihan banyak anak muda
sekarang ini. Soal iman? Bagi mereka sepertinya hanya prioritas kedua, atau
bahkan tidak menjadi prioritas sama sekali. Soal Tuhan? Mungkin kurang menarik
perhatian mereka. Dalam kondisi ini, orang tua seolah tak berdaya, dan akhirnya
menyerah sambil berkata, “Jaman sekarang memang berbeda dengan jaman dulu….
Sekarang terserah anaknya saja deh, kita orang tua hanya dapat mendoakan…. ”
Ungkapan ini adalah suatu ironi, namun menyiratkan keputusasaan orang tua
atau penyesalan bahwa segala sesuatunya sudah terlanjur. Kita harus
mengusahakan sedapat mungkin agar jangan sampai anak-anak kita bertumbuh
menjadi semaunya dan ‘tak terkendali’, lalu kita hanya dapat menyesalinya.
Selalu ada yang dapat kita lakukan untuk mencegah hal- hal yang buruk terjadi
pada anak- anak kita, dan kita dapat memulainya dengan langkah sederhana: yaitu
dengan setia menanamkan iman kepada anak- anak kita sejak mereka masih kecil.
Harapannya ialah, setelah mereka tumbuh remaja dan dewasa, mereka dapat menjadi
pribadi- pribadi yang utuh, beriman dan bertanggungjawab.
A. Merayakan Relasi Illahi
Inilah perintahku, yaitu supaya
kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang
lebih besar dari pada kasih sorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya. (Yoh 15:11-12)
Keluarga dikenal dan
dipahami sebagai ecclesia domestica (Gereja
Rumah tangga) karena dipersatukan oleh Allah dalam ikatan cintakasih yang abadi
antar anggota keluarga. Setiap hari Minggu umat katolik yang merayakan ekaristi
melestarikan tradisi iman yang diwariskan sejak jaman Gereja perdana. Hari
Minggu yang tadinya hanya dimengerti sebagai 'hari Sang Surya' yakni nama
Romawi bagi hari itu, telah direfleksikan bahwa umat mengarahkan perayaan hari
kepada Kristus. Umat yang berkumpul pada hari itu memaknai secara baru bahwa
Kristus itu terang dunia dan "Sang Surya" bagi umat manusia. Umat
Kristiani mengenang keselamatan yang dianugerahkan kepada mereka dalam baptis
dan yang membaharui mereka dalam Kristus. Persis, bahwa perintah Allah untuk
menguduskan hari Tuhan terwujud ketika kita merayakan Ekaristi minimal setiap
hari Minggu.
Apa itu Perayaan
Ekaristi ? PE adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun
secara hirarkis. Bagi setiap orang beriman dimanapun mereka berada, perayaan
Ekaristi merupakan pusat seluruh kehidupan Kristen. Kita semua ingin
mengenangkan karya dan misteri penebusan Allah melalui Ekaristi. Perayaan
Ekaristi menghadirkan puncak karya Allah yang menguduskan dunia, dan puncak
karya manusia yang memuliakan Bapa, lewat Kristus, Putera Allah, dalam Roh
Kudus. Seluruh perayaan hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga umat yang
hadir dapat berpartisipasi secara sadar, aktif dan penuh yakni berpartisipasi
jiwa dan raganya dan dikobarkan dengan iman, harapan, dan kasih.
Keluarga merupakan
sekolah kehidupan bagi anak-anaknya sehingga orangtua bertanggung jawab untuk
mendidik anak-anak tentang bagaimana menjalani kehidupan sebagai orang beriman.
Hari Minggu umumnya digunakan untuk weekend
dengan mengadakan aktivitas budaya, politik atau olahraga. Umat diminta
bijaksana dalam menggunakan hari Minggu sebagai kesempatan menguduskan Hari
Tuhan tidak hanya dimengerti sebagai waktu beristirahat dan berlibur
semata-mata. Karena itu, orangtua wajib mengajari anak-anak mereka untuk ikut
serta menghadiri Misa hari Minggu. Mereka (orangtua dibantu para katekes) perlu
memberikan pemahaman yang mendasari kewajiban akan ekaristi. Disarankan pula,
perayaan Misa bagi anak-anak dengan mengikuti norma-norma liturgi yang
tersedia. Beberapa anak yang sudah dapat menerima komuni sebaiknya perlu
dilibatkan pula pada tugas-tugas liturgi seperti Misdinar (pelayan altar),
lektor, dan petugas pembawa persembahan. Kesempatan bertugas liturgi akan
memupuk iman mereka untuk datang mensyukuri kebaikan Tuhan melalui pelayanan.
Keluarga merupakan
sekolah kehidupan bagi anak-anaknya sehingga orangtua bertanggung jawab untuk
mendidik anak-anak tentang bagaimana menjalani kehidupan sebagai orang beriman. Upaya menguduskan keluarga tidak hanya
saat Ekaristi saja, tetapi setiap keluarga hendaknya mengembangkan kebiasaan
doa bersama di rumah. Paus Fransiskus menyampaikan pesan pastoral kepada
segenap keluarga Kristiani di hari Komunikasi Sedunia ke-49. Beliau mengajak
para orangtua untuk mengerti bahwa doa adalah bentuk komunikasi yang paling
dasar. Ketika para orangtua menidurkan anak-anak mereka yang baru lahir, mereka
seringkali mempercayakan anak-anak itu kepada Tuhan seraya memohon agar Ia
menjaga mereka. Ketika anak-anak itu bertambah usia, para orangtua membantu
mereka mendaraskan doa-doa sederhana, seraya mengenangkan kasih sayang semua
orang dan semua orang yang membutuhkan pertolongan Tuhan.
B.
Mendidik Hati
“Adakah seorang dari
padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti... Jadi jika kamu
yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu
yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta
kepada-Nya." Matius 7:9;11
Setiap manusia akan melalui
proses hidupnya yang ditandai dan diawali dari masa anak-anak menuju masa
dewasa. Anak yang baru saja dilahirkan sangat membutuhkan bantuan lebih-lebih
dari orangtuanya agar dapat menumbuhkembangkan kemampuan jasmani dan rohani. Di
samping itu, kasih sayang orangtua adalah sesuatu yang mutlak perlu didapat dan
dirasakan oleh setiap anak. Proses tumbuh dan berkembang anak akan berjalan
baik jika anak sungguh merasakan perhatian, kesabaran dan kebijaksanaan dari
orangtua sebagai konkretisasi kasih sayang tersebut. Relasi masing-masing
orangtua dan anak sangat mungkin berbeda intensitas dan frekwensi perjumpaan
mereka. Namun, itu bukan berarti orangtua boleh melalaikan bahkan mungkin
menyepelekan kehadiran mereka dalam kehidupan anak-anaknya. Di tengah kesibukan
pekerjaan dan aktivitas, Gereja mengingatkan bahwa keluarga merupakan suatu
pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan.
Dalam suratnya pada para orangtua,
Paus Yohanes Paulus II menekankan dua poin, yakni: (1) bahwa manusia dipanggil
untuk hidup dalam kebenaran dan kasih, (2) bahwa manusia dipanggil untuk
menemukan pemenuhan melalui pemberian diri. Selanjutnya, Paus berharap para
orangtua melatihkan nilai-nilai hakiki hidup manusia, .. anak-anak harus menjadi besar dan dewasa dengan sikap bebas yang tepat
terhadap barang-barang jasmani, menghormati martabat pribadi tiap-tiap
individu, kepedulian yang tulus ikhlas teristimewa pada orang-orang yang paling
miskin... Pemberian diri yang menjiwai cinta kasih suami dan istri satu sama
lain,... persatuan dan bagi rasa yang menjadi bagian hidup sehari-hari dalam
rumah pada saat gembira dan pada saat sukar adalah pedagogi.
Di tengah perkembangan zaman yang
penuh dengan pengaruh negatif, empat hal penting yang menjadi inti pola
pengasuhan positif yaitu bagaimana anak memiliki kehidupan yang sehat, cerdas,
dan memiliki mimpi-mimpi besar, baik hati dan perhatian pada lingkungan serta
memiliki kesantunan dan budi pekerti, sangat efektif ditanamkan sampai
anak-anak menjelang pra remaja (12-13 tahun). Setiap anak mendambakan untuk
memiliki hati yang baik dan pribadi menarik. Rintangan dari dalam diri manusia
berupa sifat-sifat jelek. Ada tujuh sifat jelek yang tinggal di dalam hati dan
sering mau menghancurkan hati manusia, yakni hati yang jahat, kesombongan,
tamak, iri, rakus, malas, dan marah.
Ungkapan hati Paus Fransiskus ingin menggugah hati
para orangtua “Saya membayangkan tentang kekuatan iman yang teguh dari para ibu
yang mencurahkan perhatiannya anak-anaknya yang sakit yang walaupun mungkin
tidak sangat akrab dengan rumusan iman, namun setia menekuni doa rosario; atau
pada mereka semua yang harapannyatercurah pada sebuah lilin bernyala di
rumahnya yang sederhana dengan sebuah doa permohonan pertolongan dari Maria
atau pada tatapan wajah penuh kelembutan kasih yang terarah pada Kristus yang
tersalib. (Evangelii Gaudium- EG art. 125). Orangtua menidurkan anaknya yang
baru lahir seraya mendoakan dan mempercayakannya pada Tuhan agar menjaga
anak-anaknya. Anak-2 : mengajarkan untuk mendaraskan doa-doa sederhana
seraya mengenangkan kebaikan sanak saudara, orang-orang yang sakit dan
membutuhkan pertolongan Tuhan. Belajar
untuk mendengarkan orang lain, berbicara dengan hormat, mengungkapkan
pandangannya tanpa menolak saran orang lain. Belajar bagaimana
memahami ekspresi orang lain, saling berbagi dan saling mendukung, Menerima
adanya kekurangan dan keterbatasan kita. Belajar untuk mengampuni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar