Selasa, 08 Mei 2012

Be Leader and Be Servant


            Aku bersyukur bahwa selama ini di Seminari aku belajar menjadi ‘pemimpin’. Kepemimpinan yang kupahami bukan sekadar mirip dengan pemimpin organisasi (jabatan tertinggi sturuktural). Pemimpin lebih kurefleksikan sebagai “hamba” yang penuh empati, punya inisiatif, dan cinta kasih. De facto, aku belum pernah menjadi pemimpin komunitas Seminari, sekurang-kurangnya bidel umum. Walaupun peranku hanyalah sebagai anggota komunitas, tapi aku menghidupinya dengan api kempimpinan. Aku senantias menjaga agar api itu tak padam dengan mengkonkretkan niatku untuk menjadi hamba yang peduli dan berbagi. Kesadaran ini aku temukan setelah merenungkan nasehat Paulus di perikop 1Kor 9:19-23.

            Selama menjalani masa pra-paskah ini, aku terdorong untuk menghidupi sabda ini “Sungguhpun aku bebas terhadeap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang”. Karena itu, aku mau sedikit cerita tentang pengalamanku mengkonkretkan sabda itu. Aku terusik ketika melihat dua tong sampah yang berukuran besar seringkali tidak digunakan dengan tempat. Dua tong sampah itu dibedakan untuk menampung sampah plastik dan sampah kertas. Saat itu, tulisan yang ditempel di dua tong sampah itu terlepas sehingga sampah plastik dan kertas pun tercampur bahkan ada juga sampah daun yang ikut masuk di situ. Setelah menunggu kurang lebih lima hari, aku tergerak untuk membuat tulisan dan menempelkannya di dua tong sampah itu. Aku ingin supaya teman-temanku bisa mengerti pentingnya memilah-milah sampah. Syukurlah, teman-temanku tidak lagi mencampurkan sampah plastik dan kertas.

            Aku tahu sebenarnya bukan tugasku untuk mengurus tong sampah itu. Aku hanya ingin membantu bidel yang mengurus tong sampah itu. Mungkin saja, bidelnya tidak terlalu mengurus hal yang sepele seperti itu. Hal sepele lain yang sering kurang diperhatikan seperti ketika galon yang di unit habis, tetapi tidak ada yang mau mengisinya. Tugas mengisi galon sering dilalaikan apalagi kalau galonnya habis malam hari. Saat itulah, aku mengisikan galon unit supaya besok pagi temen-temen yang baru bangun tidur bisa menikmati air segar dari dispenser. Inilah yang sudah kuupayakan untuk menghidupi semangat hamba yang peduli dan berbagi. Aku merasa bahagia melakukan itu semua karena selain bisa menolong teman-temanku dan belajar menjadi pemimpin yang mau peduli dan berbagi.

            Inilah yang menggerakanku untuk juga menjadi sahabat yang mau peduli dengan pergulatan teman. Memang aku baru dengar temanku ini sedang mengalami krisis jawaban dengan panggilannya. Aku datang ke kamarnya dan syukurlah dia mau menceritakan unek-uneknya. Aku tidak dapat memberi solusi jitu untuk masalah yang dia alami. Aku hanya menjadi teman yang ingin berada di sampingnya, mendukung panggilannya untuk bersama-sama melangkah di jalan imamat yang penuh tantangan dan godaan.

            Rentetan pengalamanku ini coba kutuangkan dengan sebuah lagu. Bagiku, lagu yang kuciptakan ini adalah rahmat yang luar biasa karena hampir tiga taun lebih aku kesulitan membuat lagu. Syukurlah bahwa aku dapat merefleksikan ini dengan laguku ini. Sepenggal lirik laguku yang berjudul “Semangat Bro” terasa lebih hidup “.. kukan berjanji untuk setia layani mengasihi sesama, jadi garam dan terang bagi dunia. Inilah saatnya tuk buka mata dan hati kita tuk rasakan derita sahabat kita, bagikan perhatian saling tolong dengan ketulusan untuk menggapai kebahagiaan”.