Senin, 21 Oktober 2013
Sabtu, 05 Oktober 2013
NYANYIAN HARAPAN GEMBALA DAN DOMBANYA
Hai kawan, sadarilah hidup ini adalah perjuangan
untuk menjawab sebuah panggilan.
Yakinlah kita bisa menghadapi segala rintangan
karena Dia bersama kita
Ku buka lembaran baru hidupku
kan ku wujudkan s'gala niatku
Tak lupa ku bersyukur padaNya
yang telah beriku semangat
Ku kan berjanji untuk setia
Mengasihi, layani sesama
Jadi garam dan terang bagi dunia
Inilah saatnya tuk buka mata dan hati kita
rasakan derita sahabat kita
Bagikan perhatian, saling tolong dengan ketulusan
untuk menggapai kebahagiaan
Biaya hidup frater di Seminari, sejauh yang aku tahu berkisar 3-3,5 juta/ bulan. Situasi kenaikan harga BBM dan kebutuhan pokok lainnya juga berpengaruh pada kenaikan biaya hidup ini tiap tahunnya. Karena kemurahan umat Gereja, para frater sepenuhnya tidak ditarik biaya karena kebutuhan kami sudah ditanggung oleh keuskupan kami masing-masing. Dari urusan makan, kuliah, kursus ini-itu bahkan uang saku kamidiberi. Bagiku, itu semuanya lebih dari cukup. Lalu, dalam hati aku menggugat diriku "apa yang sebenarnya umat harapkan dari kami para calon imam ini ketika mereka rela menyumbang untuk Seminari ?"
Kalau aku bisa makan tiga kali sehari, apakah aku tahu siapa umat yang cemas- besok bisa makan atau tidak? Kalau sekarang aku bisa meraih gelar S-1 dan melanjutkan kuliah S-2, apakah aku tahu siapa saja yang harus putus sekolah dan menjadi pekerja kasar bahkan masih menganggur? Kalau setiap bulan aku mendapat uang saku, apakah aku tahu banyak umat yang di awal bulan harus menyetor cicilan utangnya. Nampaknya, hidup di Seminari sungguh istimewa bahkan tak perlu berjuang-banting tulang dan putar otak.
Kami memang digadang-gadang menjadi gembala bagi umat. Aku menyadari bahwa tak semua umat adalah domba yang gemuk, justru kebanyakan mereka adalah domba yang kurus. Untuk dapat membuat domba yang kurus tetap sehat, aku perlu belajar mengerti penyebabnya dan berusaha domba itu bisa bertumbuh baik jasmani maupun imannya. Sangat ironis, ketika banyak gembala hanya peduli pada domba gemuk yang memberikan banyak keuntungan padanya. Aku berharap setelah dididik di Seminari aku menjadi gembala yang mau hidup sederhana dan memperhatikan nasib domba-domba yang masih kurus.
Kalau aku bisa makan tiga kali sehari, apakah aku tahu siapa umat yang cemas- besok bisa makan atau tidak? Kalau sekarang aku bisa meraih gelar S-1 dan melanjutkan kuliah S-2, apakah aku tahu siapa saja yang harus putus sekolah dan menjadi pekerja kasar bahkan masih menganggur? Kalau setiap bulan aku mendapat uang saku, apakah aku tahu banyak umat yang di awal bulan harus menyetor cicilan utangnya. Nampaknya, hidup di Seminari sungguh istimewa bahkan tak perlu berjuang-banting tulang dan putar otak.
Kami memang digadang-gadang menjadi gembala bagi umat. Aku menyadari bahwa tak semua umat adalah domba yang gemuk, justru kebanyakan mereka adalah domba yang kurus. Untuk dapat membuat domba yang kurus tetap sehat, aku perlu belajar mengerti penyebabnya dan berusaha domba itu bisa bertumbuh baik jasmani maupun imannya. Sangat ironis, ketika banyak gembala hanya peduli pada domba gemuk yang memberikan banyak keuntungan padanya. Aku berharap setelah dididik di Seminari aku menjadi gembala yang mau hidup sederhana dan memperhatikan nasib domba-domba yang masih kurus.
"Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2 Kor 9:7)
Langganan:
Postingan (Atom)