Selasa, 31 Juli 2012

Menyebarkan Virus Kedamaian


Mendengar kata pondok pesantren, spontan yang terbesit di pikiranku adalah sekolah asrama yang tidak jauh berbeda dengan Seminari. Saat itulah aku merasa penasaran dan excited dengan tawaran live-in di pondok pesantren. Kami berdelapan datang berkunjung ke pesantren mahasiswa (PesMa) An-Najaah. Pengasuh PesMa An-Najaah mengumpulkan para santrinya di masjid mereka untuk mengadakan acara penyambutan. Bagiku, ini kesempatan istimewa yang mengesan di awal kami live in. kehangatan dan keramahan mereka senantiasa singgah di hatiku yang selalu bersemangat mengikuti dinamika kegiatan PesMa. Setelah live ini aku merasa bahagia karena menemukan sahabat dan guru yang penuh kasih pada siapapun tanpa memandang apa agamanya.

Barulah jam demi jam berlalu, aku tersentuh oleh suasana kekeluargaan yang begitu cair antar santri, pak ustad, dan pak kyai. Dalam acara shalat berjamaah, mengaji, bermain, dan belajar mereka sungguh membangun kekeluargaan. Mereka mengadakan shalat dan dzikir bersama setiap pagi di Masjid. Inilah yang kusadari dan kurefleksikan bahwa doa dan karya merupakan fondasi untuk membangun kepedulian, perhatian, kerjasama dalam satu kelurga. Shalat, mengaji dan belajar memang rutinitas para santri dan alangkah indahnya mereka saling mengupayakan kehidupan yang suci dan baik itu.

                Niat mereka untuk bangun  dan shalat subuh menunjukkan suatu semangat yang mau dipupuk sedari awal. Mereka memulai hari baru dengan menyapa Allah dengan bersyukur dan memohon rizki dari-Nya. Bagiku, ini mungkin bekal rohani yang dapat berdaya guna saat mereka munanaikan tugas dan tanggung jawab mereka sehari-hari. Kehidupan yang selalu bersandar pada Tuhan ini diungkapkan dengan ibadah yang tak hanya rohani tetapi juga sisi profan. Mereka meyakini Allah yang mencintai dan menyayangi mereka dan kebaikan Allah ini yang mereka bagikan pada kami. Situasi PesMa yang kualami memang persis yang dikatakan oleh Pak Kyai Roqib. PesMa ini mengusung pendidikan yang modern dan kultural. Berbagai alat modern dan informasi lewat internet maupun buku-buku bias diakses dengan mudah. Mereka diminta bijak menggunakan alat-alat komunikasi itu bahkan ada beberapa aturan yang harus mereka perhatikan. Anehnya, mereka kadang terlalu asyik dengan hape mereka hingga pagi buta. Aku amati beberapa santri menjadi sulit bangun di pagi hari untuk sholat subuh. Di sini terjadi ketegangan antara terbukanya kesempatan bagi santri memiliki dan menggunakan hape tetapi di sisi lain mereka cenderung kurang menghayati shalat subuh.

                Para santri yang mengikuti kegiatan mengaji mengulas beberapa ajaran fiqh atau pedoman hidup beragama Islam. Ada beberapa aturan Al-Quran yang ditafsirkan seturut konteks dan lingkup social. Bagiku, mereka mendapat beragam penafsiran dari aturan-aturan itu dan mereka berhak memilih mana yang baik buat kehidupan mereka pribadi dan orang-orang di sekitar mereka. Hanya saja aturan yang kulihat sangat banyak dan mungkin saja tidak membuat mereka sepenuhnya hafal dan menjalankan aturan-aturan itu. Setidaknya mereka mungkin perlu melihat dan menyadari esensi dari setiap aturan itu dibuat dan tujuan yang ingin dicapai dari aturan itu.

                Para santri PesMa An-Najaah sangat welcome dengan kehadiran kami. Mereka banyak bertanya tentang status kami sebagai frater dan agama katolik. Jika diamati dari pertanyaan mereka, nampaknya mereka belum begitu mengenal agama katolik karena mereka masih menyamakan katolik dengan Kristen protestan. Rasa saya, para santri perlu lebih mengembangkan dialog dan kerjasama dengan orang muda dari berbagai agama di Indonesia. Sikap mereka memang sudah terbuka dengan kami yang berlainan iman dan itu akan lebih optimal ketika mereka mendapat pengenalan ajaran agama. Harapannya mereka dapat menginternalisasi nilai dari agama lain ke dalam cara penghayatan iman Islam. Proses ini memang tidak mudah mengingat mereka masih perlu mendalami ajaran-ajaran Islam yang tak sedikit. Aku merasa yakin bahwa mereka dapat menjadi agent of peace.

***

                Pertanyaan yang masih mengganjal

  • Pluralisme yang dijunjung tinggi di aliran Islam NU memang mengagumkan, mengapa masih sering dipandang negative oleh kelompok islam garis keras?

  • Sejauh mana Gereja Katolik mengikis stigma kristenisasi yang sering diisukan oleh mereka yang curiga dengan sikap kooperatif dengan umat beragama lain?